Daán yahya

Oleh: Hasanul Rizqa

Berbagai peristiwa terjadi menjelang Pembebasan Kota Makkah oleh Nabi Muhammad SAW.

Dalam menjalankan tugas kenabian, Rasulullah Muhammad SAW menjalankan berbagai strategi untuk syiar Islam. Salah satu yang terpenting adalah hijrah dari kota kelahirannya, Makkah al-Mukarramah, ke Madinah al-Munawarrah—dahulu bernama Yastrib. Kepindahan itu terbukti menjadi langkah yang sangat tepat. Sebab, masyarakat setempat membutuhkan sosok pemimpin yang amanah, jujur, cerdas, dan menyampaikan kebenaran.

 

Secara total, satu dekade lamanya Nabi SAW membina masyarakat Madinah. Pelbagai tantangan diatasinya dengan penuh bijaksana. Bahkan, yang diayominya bukan hanya umat Islam, melainkan juga kelompok-kelompok non-Muslim, semisal suku-suku Yahudi yang telah lama menghuni kota tersebut.

 

Dari tahun ke tahun sejak kedatangan Nabi SAW di Madinah, kedudukan Muslimin kian kokoh. Mereka pun, atas izin Allah, berhasil memenangkan banyak pertempuran dalam melawan serangan kaum kafir Quraisy dan sekutu mereka. Dalam keadaan demikian, Rasulullah SAW pada tahun keenam Hijriyah berinisiatif membawa umat  Islam untuk berziarah ke Ka’bah, Baitullah Masjidil Haram.

 

Keputusan melakukan umrah ini diawali dari mimpi Nabi SAW yang menggambarkan beliau serta para sahabatnya bisa memasuki Masjidil Haram dan melakukan ibadah dengan aman. Turun pula wahyu dari sisi Allah SWT, yakni Alquran surah al-Fath ayat ke-27.

 

Artinya, “Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya, (yaitu) bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, insya Allah dalam keadaan aman, mencukur rambut dan mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu ketahui dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat.”

 

Mendapat wahyu ini, Rasulullah kemudian memerintahkan umat Islam Madinah bersiap-siap pergi ke Makkah untuk melakukan umrah. Bukan untuk menantang kaum Quraisy berperang. Umat Islam Madinah pun menyambut perintah Rasulullah dengan sukacita karena sudah enam tahun mereka tidak bisa melepaskan kerinduan bersimpuh di Baitullah.

 

Namun, ketika rombongan Rasulullah sampai di Asfan, mereka didatangi seseorang yang mengabarkan kaum Quraisy sudah menyiapkan pasukan untuk berperang. Mendapat informasi tersebut, Nabi Muhammad SAW mencoba menghindari pertumpahan darah dengan menempuh jalur diplomasi.

 

Nabi SAW kemudian mengutus Usman bin Affan untuk berunding dengan kaum Quraisy. Namun ternyata, Usman disandera pihak Quraisy. Kabar ini membuat para sahabat bersumpah untuk memerangi kaum kafir Quraisy sampai titik darah penghabisan. Sumpah tersebut rupanya membuat kaum Quraisy gentar dan akhirnya melepaskan Usman. Bahkan, kaum Quraisy akhirnya bersedia berunding sehingga Rasulullah mengirim Suhail bin Amar sebagai utusan.

 

Dalam perundingan tersebut, kedua belah pihak mencapai beberapa kesepakatan yang kemudian disebut sebagai perjanjian Hudaibiyah. Isi perjanjian, antara lain, kaum Muslimin bersedia menunda umrah ke Baitullah hingga tahun depan. Dan saat umrah dilakukan, kaum Muslim hanya diizinkan membawa senjata yang biasa dibawa seorang musafir, yaitu sebatang tombak dan sebilah pedang yang disarungkan.

 

Selain itu, antarkedua belah pihak juga sepakat melakukan perdamaian melalui gencatan senjata selama 10 tahun. Sementara itu, jika kaum Muslimin datang ke Makkah, pihak Quraisy tidak berkewajiban mengembalikan orang itu ke Madinah. Sedangkan jika penduduk Makkah datang kepada Rasulullah di Madinah, kaum Muslimin harus mengembalikan orang tersebut ke Makkah.

DOK NEEDPIX

Kendati perjanjian Hudaibiyah sepertinya merugikan kaum Muslim, namun dari perjanjian inilah Rasulullah SAW dapat mengembangkan dakwah hingga ke Hudaibiyah. Bahkan, selama masa gencatan senjata, Nabi bisa melakukan dakwah dengan leluasa, bahkan menyampaikan pesan Islam pada Kaisar Romawi, Raja Habsyah (Ethiopia), Raja Mesir, dan Raja Parsi.

 

Peristiwa ini disebut oleh Alquran dengan istilah Fathun Mubiinun (kemenangan nyata), sebagaimana termaktub dalam surat Al-Fath ayat 1 sampai 3. "Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata. Supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu dan memimpin kamu ke jalan yang lurus. Dan supaya Allah menolongmu dengan pertolongan yang kokoh (banyak).

 

Secara sekilas, Perjanjian Hudaibiyah tampaknya lebih menguntungkan kaum kafir Quraisy dan pada saat yang sama cenderung merugikan Muslimin. Namun, pandangan Rasulullah SAW melampaui kalkulasi simplistik demikian. Beliau justru melihat ada benefit jangka panjang bagi syiar Islam melalui kesepakatan tersebut.

 

Dalam kesepakatan ini ada satu poin atau klausul yang mungkin bisa dikatakan sebagai kerugian bagi Muslimin. Itu berbunyi, bahwa apabila ada orang Muslim datang ke Makkah, maka ia tidak boleh keluar dari Makkah sampai nanti jangka waktu Perjanjian Hudaibiyah selesai yakni pada tahun ketujuh Hijriyah. Kemudian, apabila ada orang Makkah atau Quraisy datang ke Madinah, ia tidak boleh ditahan. Justru, musyrik tersebut diperkenankan kembali lagi ke Makkah.

 

Rasulullah menjelaskan bahwa perjanjian ini ada maksudnya. Pertama, kalau ada kaum Muslimin ditahan tidak boleh keluar dari Makkah, mereka yang ditahan akan menjadi duta umat Islam. Mereka akan memperlihatkan bagaimana akhlak umat Islam yang sesungguhnya, dibandingkan dengan perilaku orang kafir. Dari sini, kemungkinan banyak orang yang akan tertarik untuk masuk Islam.

 

Di samping itu, orang Quraisy yang datang ke Madinah mereka dibiarkan bebas untuk melihat Madinah. Mereka dapat melihat bagaimana kaum Muslim hidup di Madinah, seperti apa mereka menjalankan syariat Islam.

 

Terbukti, sejak disepakatinya Perjanjian Hudaibiyah, sejumlah tokoh Quraisy lantas memeluk Islam. Sebab, mereka telah menyaksikan sendiri dan menyadari betapa mulianya ajaran agama tauhid, yakni risalah yang dibawa Nabi Muhammad SAW. Di antara para mualaf itu adalah Khalid bin Walid dan Amr bin Ash.

 

Fathu Makkah

 

Setelah disepakatinya perjanjian Hudaibiyah antara Rasulullah dengan Quraisy Makkah, suku-suku Arab diminta memilih bergabung dengan dua kekuatan ini. Apakah memilih bersama Rasulullah atau Quraisy Makkah. Bani Bakar memilih bergabung ke Quraisy dan Bani Khuza'ah bergabung bersama Rasulullah. Kedua suku Arab ini memang selalu saling berperang. Perjanjian Hudaibiyah membuat kedua suku ini berdamai sementara.

 

Namun tak berapa lama, Bani Bakar memulai pengkhianatan dengan membuat kekacauan. Seorang pemuda dari Bani Bakar sengaja bersyair menyanyikan ejekkan kepada Rasulullah. Mendengar ejekan tersebut, seorang pemuda dari Bani Khuza'ah memukul pemuda itu. Terjadilah pertengkaran dan berujung kerusuhan antar dua kabilah ini. Kerusuhan ini seperti menghidupkan permusuhan lama keduanya.

 

Pada suatu malam pemuda Bani Bakar membalas dendam, dengan mendatangi kediaman Bani Khuza'ah. Mereka membunuh 20an orang pemuda Bani Khuza'ah. Penyerbuan Bani Bakar inipun didukung sejumlah kaum Quraisy. Penyerbuan kaum Quraisy ini dianggap pelanggaran perjanjian Hudaibiyah antara Rasulullah dan Abu Sufyan dari pihak Quraisy.

 

Kabar ini pun sampai di telinga Abu Sufyan. Mendapat kabar pelanggaran Hudaibiyah ini Abu Sufyan ke Madinah. Ia merasa perlu bertemu Rasulullah meminta gencatan senjata, dan persoalan ini tak membatalkan perjanjian Hudaibiyah. Abu Sufyan dan penduduk Makkah saat itu sadar bahwa kekuatan kaum Muslimin di bawah kepemimpinan Rasulullah semakin kuat dan jumlahnya semakin besar.

Terbukti, sejak disepakatinya Perjanjian Hudaibiyah, sejumlah tokoh Quraisy lantas memeluk Islam.

Karena itu Abu Sufyan paham menjaga hubungan dengan Madinah amat sangat penting agar Makkah tidak diserang. Namun di sisi lain pemimpin Bani Khuza'ah, Amr bin Salim al Khuza'i telah menemui terlebih Rasulullah di Madinah. Ia mengadukan penyerangan Bani Bakar yang dibantu orang Quraisy membunuh sekitar 20 anggota Bani Khuza'ah.

 

Mendengar laporan itu, Rasulullah SAW menyatakan akan bersikap tegas kepada Bani Bakar dan kaum Quraisy di Makkah. Ketika Abu Sufyan datang ke Madinah untuk bernegosiasi dengan Rasulullah, perihal gencatan senjata, beliau menolak tawaran Abu Sufyan itu.

 

Abu Sufyan pun meminta  kepada antara lain Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib agar membujuk Nabi SAW supaya setuju adanya gencatan senjata. Namun, para sahabat menolak tawaran Abu Sufyan ini. Hingga akhirnya ia pulang kembali ke Makkah dengan penuh kekhawatiran akan keselamatan diri dan keluarganya serta kaum Quraisy di Makkah.

 

Rasulullah kemudian berunding dengan Abu Bakar, dan Umar untuk mengirim pasukan ke Makkah. Sikap Rasulullah ini kemudian disetujui Umar bin Khattab. Umar berkata kepada Rasululah, "Demi Allah ya Rasulullah, engkau takkan bisa menundukanseluruh Arab sebelum engkau menundukkan penduduk Makkah." Nabi SAW pun menyetujui perlunya mengirim pasukan skala besar ke Makkah sebagai peringatan.

 

Beliau berangkat bersama pasukan Muslimin Madinah berjumlah 10 ribu orang. Sebelumnya Rasulullah telah mengirimkan surat kepada beberapa suku badui yang telah memeluk Islam untuk ikut menyertakan pasukan bersama ke Makkah. Dalam perjalanan, 2000 pasukan dari beberapa suku ikut bergabung menuju Makkah. Di antaranya Bani Sulaim, Bani Ghifar, Bani Aslam, Bani Ka'ab, Bani Muzainah, Bani Juhainah dan Bani Asyja'.

 

Abu Sufyan yang mendapat kabar datangnya 10 ribu pasukan Muslimin ke Makkah terlihat sangat takut sehingga berusaha bertemu Rasulullah dan para sahabat sebelum pasukan memasuki Makkah. Rasulullah memintanya masuk Islam sebelum pasukan Muslimin mendatangi Makkah dan menghukum orang-orang Quraisy yang memerangi kaum Muslimin. Tawaran itupun diterima Abu Sufyan, dan akhirnya Abu Sufyan masuk Islam sebelum pasukan Muslimin memasuki Makkah.

 

Rasulullah kemudian menjanjikan kepada Abu Sufyan, siapapun yang memasuki rumah Abu Sufyan saat Fathu Makkah ia akan aman. Janji Rasulullah ini kemudian dipegang Abu Sufyan. Ia pun kembali ke Makkah dan menyampaikan pesan penaklukkan Makkah oleh kaum Muslimin dengan 10 ribu pasukan. Mendengar ucapan Abu Sufyan, kaum Musyrikin sangat ketakutan.

 

Para tokoh Quraisy pun berbondong-bondong berusaha melarikan diri. Namun usaha mereka itupun sia-sia. Pasukan Muslimin memasuki kota Makkah dari berbagai penjuru. Rasulullah bersama sahabat memasuki dari arah atas Makkah, sedangkan pasukan lain dibawah kepemimpinan Khalid bin Walid masuk dari arah Makkah bawah. Beberapa tokoh Quraisy yang berusaha melarikan diri dikejar oleh pasukan Khalid bin Walid dan ditangkap.

 

Rasulullah memasuki Makkah dengan menaiki unta beliau bernama al Qashwa dan menundukkan wajahnya ketika di depan Ka'bah. Tatkala Rasulullah sampai di Ka'bah bersama kaum Muslimin, Nabi mengusap Hajar Aswad seraya bertakbir. Kemudian Rasulullah bertawaf tujuh kali putaran. Setelah itu Rasulullah turun dari untanya dan mendekati Maqam Ibrahim, lalu shalat dua rakaat dan menuju sumur Zam-zam meminum air Zam-zam dan berwudhu darinya.

 

Kemudian, Rasulullah berpesan kepada penduduk Makkah, "Barangsiapa yang berada di rumah Abu Sufyan, dia akan aman. Barang siapa yang masuk masjid, dia aman. Barang siapa masuk rumah dan menutup pintunya, dia aman." Pasukan Muslimin membersihkan Ka'bah dari semua berhala di dalam dan sekitarnya.

 

Setelah itu Rasulullah berpesan, "Hai sekalian orang-orang Quraisy, sesungguhnya Allah telah menghilangkan dari kalian keangkuhan Jahiliyah dan berbangga dengan nenek moyang. Manusia itu berasal dari Adam, dan Adam itu diciptakan dari tanah." Penaklukkan Makkah menjadi sangat monumental, sejak saat itu penyebaran Islam ke sentero Jazirah Arab semakin pesat.

DOK  WIKIPEDIA

Momen Haji Perpisahan

Usai Pembebasan Makkah (Fath Makkah) pada 10 Ramadhan tahun kedelapan Hijriyah, mulailah fase baru dalam syiar Islam. Nabi Muhammad SAW semakin gencar menyebarkan dakwah ke seluruh penjuru Jazirah Arab dan bahkan juga negeri-negeri jiran. Semua itu dilakukan melalui berbagai cara, seperti pengiriman para sahabat sebagai pengajar agama ke pelbagai daerah dan korespondensi dengan sejumlah penguasa.

 

Dalam membebaskan kota kelahirannya, Rasulullah SAW tampil sebagai pemimpin yang berhati lapang. Beliau sama sekali bukanlah pendendam, betapapun keras dan kejamnya perlakuan orang-orang Quraisy pada masa dahulu terhadap Nabi SAW sendiri maupun kaum Muslimin. Begitu berhasil menguasai Makkah, al-Musthafa memaklumkan amnesti. Alih-alih penduduk setempat, yang dihancurkannya adalah berhala-berhala yang selama ini disembah kaum musyrikin. Baitullah Ka’bah pun kembali bersih dari jejak-jejak paganisme.

 

Kemudian, pada tahun ke-10 Hijriyah atau sekira dua tahun sejak Fathu Makkah, berlangsunglah Haji Wada. Inilah ibadah rukun Islam kelima yang pelaksanaannya dipimpin Nabi Muhammad SAW. Disebut sebagai wada karena kesempatan itu ternyata menjadi sebuah tanda perpisahan dari beliau kepada umat. Di sepanjang hayatnya, inilah satu-satunya haji yang beliau lakukan.

 

Pada pagi hari itu, Nabi SAW memimpin khalayak Muslimin bergerak dari Madinah al-Munawwarah menuju Padang Arafah. Mengutip buku Sejarah Hidup Muhammad karya Muhammad Husain Haekal (terjemahan Ali Audah, 2014, hlm. 564-567). Rasulullah SAW kemudian tiba di Namirah, sebuah desa sebelah timur Arafah.

 

Di sana, sudah dipasang kemah untuk beliau. Selanjutnya, Nabi SAW berangkat lagi hingga sampai dekat oasis di bilangan Uranah.

 

Di tempat itulah, beliau menyeru kepada sekalian khayalak—umatnya. Sebagian sejarawan menyebut jumlah mereka 90 ribu orang. Ada yang menyebut 114 ribu orang.

Pada hari ini telah Aku (Allah) sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu.

Inilah momen yang begitu mengharukan sekaligus membahagiakan dari serangkaian Haji Wada, haji perpisahan. Haru, lantaran Rasul SAW menyampaikan tanda-tanda bahwa tak lama lagi beliau berpulang ke rahmatullah, meninggalkan keluarga, sahabat, dan umatnya yang teramat mencintainya. Bahagia, lantaran tak lama sesudah itu turun wahyu Allah SWT yang menegaskan, agama Islam telah sempurna.

 

Maka berkumpul lautan manusia. Mereka siap menyimak kata-kata dari Rasulullah SAW.

 

Sesudah mengucapkan syukur dan puji ke hadirat Allah SWT, beliau berkata dengan jelas kepada khalayak. Tiap selang-seling ceramahnya, beliau menjeda untuk memberi waktu pemahaman kepada puluhan ribu atau ratusan ribu jamaah di hadapannya:

 

"Wahai manusia sekalian! Perhatikanlah kata-kataku ini! Saya tidak tahu, kalau-kalau sesudah tahun ini, dalam keadaan seperti ini, tidak lagi saya akan bertemu dengan kamu sekalian."

 

"Saudara-saudara! Bahwasannya darah kamu dan harta-benda kamu sekalian adalah suci buat kamu, seperti hari ini dan bulan ini yang suci sampai datang masanya kamu sekalian menghadap Tuhan. Dan pasti kamu akan menghadap Tuhan; pada waktu itu kamu dimintai pertanggungjawaban atas segala perbuatanmu. Ya, saya sudah menyampaikan ini!"

 

"Barangsiapa telah diserahi suatu amanat, tunaikanlah amanat itu kepada yang berhak menerimanya."

 

"Bahwa semua riba sudah tidak berlaku. Tetapi kamu berhak menerima kembali modalmu. Janganlah kamu berbuat zalim merugikan orang lain, dan jangan pula kamu teraniaya dirugikan. Allah telah menentukan bahwa tidak boleh lagi ada riba dan bahwa riba al-Abbas bin Abdul-Muttalib semua sudah tidak berlaku."

 

"Bahwa semua tuntutan darah selama masa jahiliah tidak berlaku lagi, dan bahwa tuntutan darah pertama yang kuhapuskan adalah darah Ibn Rabi'ah bin al-Haris bin Abdul-Muttalib!"

DOK WIKIPEDIA

"Kemudian daripada itu, Saudara-saudara, hari ini nafsu setan yang meminta disembah di negeri ini sudah putus buat selama-lamanya. Tetapi, kalau kamu turutkan dia walaupun dalam hal yang kamu anggap kecil, yang berarti merendahkan segala amal perbuatanmu, niscaya akan senanglah dia. Oleh karena itu, peliharalah agamamu ini baik-baik."

 

"Saudara-saudara, menunda-nunda berlakunya larangan bulan suci berarti memperbesar kekufuran. Dengan itu, orang kafir itu sesat. Suatu tahun mereka langgar dan tahun yang lain mereka sucikan, untuk disesuaikan dengan jumlah yang sudah disucikan Allah. Kemudian, mereka menghalalkan apa yang sudah diharamkan Allah dan mengharamkan mana yang sudah dihalalkan."

 

"Zaman itu berputar sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Jumlah bilangan bulan menurut Allah ada 12 bulan, empat bulan di antaranya bulan suci, tiga bulan berturut-turut dan bulan Rajab antara bulan Jumadilakhir dan Sya'ban."

 

"Kemudian daripada itu, Saudara-saudara. Sebagaimana kamu mempunyai hak atas istri kamu, juga istrimu sama mempunyai hak atas kamu. Hak kamu atas mereka ialah untuk tidak mengizinkan orang yang tidak kamu sukai menginjakkan kaki ke atas lantai rumahmu, dan jangan sampai mereka dengan jelas membawa perbuatan keji. "

 

"Kalau sampai mereka melakukan itu, Allah mengizinkan kamu berpisah ranjang dengan mereka dan boleh menghukum mereka dengan suatu hukuman yang tidak sampai mengganggu.

 

Bila mereka sudah tidak lagi melakukan itu, maka kewajiban kamulah memberi nafkah dan pakaian kepada mereka dengan sopan santun. Berlaku baiklah terhadap istri kamu. Mereka itu mitra yang membantumu. Mereka tidak memiliki sesuatu untuk diri mereka. Kamu mengambil mereka sebagai amanat Allah, dan kehormatan mereka dihalalkan buat kamu dengan nama Allah."

 

"Perhatikanlah kata-kata saya ini, Saudara-saudara. Saya sudah menyampaikan ini. Ada masalah yang sudah jelas saya tinggalkan di tangan kamu, yang jika kamu pegang teguh, kamu tak akan sesat selama-lamanya; Kitabullah dan Sunnah Rasulullah."

 

"Wahai Manusia sekalian! Dengarkan kata-kataku ini dan perhatikan! Kamu akan mengerti, bahwa setiap Muslim saudara Muslim yang lain, dan bahwa Muslimin semua bersaudara. Seseorang tidak dibenarkan (mengambil sesuatu) dari saudaranya, kecuali jika dengan senang hati diberikan kepadanya. Janganlah kamu menganiaya diri sendiri."

 

"Ya Allah! Sudahkah kusampaikan (ajaran-Mu)?"

Dok needpix

Sementara Nabi SAW mengucapkan semua itu, seseorang di dekat beliau yakni Rabi'ah mengulangi kalimat demi kalimat, sambil meminta kepada orang banyak memerhatikan pesan Rasul SAW dengan penuh kesadaran.

 

Nabi juga menugaskan dia menanyai mereka, misalnya Rasulullah bertanya, "Hari apakah ini?"

 

Mereka menjawab: "Hari Haji Akbar!"

 

Nabi bertanya lagi, "Katakanlah kepada mereka, bahwa darah dan harta kamu oleh Allah disucikan, seperti hari ini yang suci, sampai datang masanya kamu sekalian bertemu Tuhan."

 

Setelah sampai pada penutup kata-katanya itu ia berkata lagi:

 

"Ya Allah! Sudahkah kusampaikan?"

 

Maka serentak dari segenap penjuru lautan manusia di hadapan beliau menjawab, "Ya!"

 

Lalu beliau berkata, "Ya Allah, saksikanlah ini."

 

Selesai menyampaikan khutbahnya itu, Nabi SAW turun dari untanya. Beliau masih di tempat itu sampai pada waktu shalat zhuhur dan ashar.

 

Kemudian, beliau menaiki kembali untanya menuju Sakharat. Maka pada saat itulah, Nabi SAW membacakan firman Allah SWT yang turun: Alquran surah al-Maidah ayat tiga. Artinya, "Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu."

 

Mendengar itu, tiba-tiba Abu Bakr menangis. Saat ditanya orang-orang, dia mengungkapkan perasaannya. Dengan selesainya risalah Nabi, maka sudah dekat pula saatnya Nabi SAW akan menghadap Rabbnya.

top

Dari Hudaibiyah

ke Kemenangan Nyata